“Kalau sekiranya kamu dapat melihat malaikat-malaik at mencabut nyawa
orang-orang yang kafir, seraya memukul muka dan belakang mereka serta
berkata: ‘Rasakanlah olehm u siksa neraka yang membakar.’ (Niscaya kamu
akan merasa sangat ngeri) (QS. Al-Anfal {8} : 50).
Alangkah
dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim
(berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat
memukul dengan tangannya (sambil berkata): ‘Keluarkanlah nyawamu!’
Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan,
karena kamu selalu mengata kan terhadap Alloh (perkataan) yang tidak
benar dan karena kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya”.
(Qs. Al-An’am : 93).
Cara Malaikat Izrail mencabut nyawa
tergantung dari amal perbuatan orang yang bersangkutan, bila orang yang
akan meninggal dunia itu durhaka kepada Alloh, maka Malaikat Izrail
mencabut nyawa secara kasar. Sebaliknya, bila terhadap orang yang soleh,
cara mencabutnya dengan lemah lembut dan dengan hati-hati. Namun
demikian peristiwa terpisahnya nyawa dengan raga tetap teramat
menyakitkan.
“Sakitnya sakaratul maut itu, kira-kira tiga ratus kali sakitnya dipukul pedang”. (H.R. Ibnu Abu Dunya).
Di dalam kisah Nabi Idris a.s, beliau adalah seorang ahli ibadah, kuat
mengerjakan sholat sampai puluhan raka’at dalam sehari semalam dan
selalu berzikir di dalam kesibukannya sehari-hari. Catatan amal Nabi
Idris a.s yang sedemikian banyak, setiap malam naik ke langit. Hal
itulah yang sangat menarik perhatian Malaikat Maut, Izrail.
Maka bermohonlah ia kepada Alloh Swt agar di perkenankan mengunjungi
Nabi Idris a.s. di dunia. Alloh Swt, mengabulkan permohonan Malaikat
Izrail, maka turunlah ia ke dunia dengan menjelma sebagai seorang lelaki
tampan, dan bertamu kerumah Nabi Idris.
“Assalamu’alaik um, yaa Nabi Alloh”. Salam Malaikat Izrail,
“Wa’alaikum salam wa rahmatulloh”. Jawab Nabi Idris a.s.
Beliau sama sekali tidak mengetahui, bahwa lelaki yang bertamu ke rumahnya itu adalah Malaikat Izrail.
Seperti tamu yang lain, Nab i Idris a.s. melayani Malaikat Izrail, dan
ketika tiba saat berbuka puasa, Nabi Idris a.s. mengajaknya makan
bersama, namun di tolak oleh Malaikat Izrail.
Selesai berbuka
puasa, seperti biasanya, Nabi Idris a.s mengkhususkan waktunya
“menghadap”. Alloh sampai keesokan harinya. Semua itu tidak lepas dari
perhatian Malaikat Izrail.
Juga ketika Nabi Idris terus-menerus berzikir
dalam melakukan kesibukan sehari-harinya, dan hanya berbicara yang
baik-baik saja.
Pada suatu hari yang cerah, Nabi Idris a.s
mengajak jalan-jalan “tamunya” itu ke sebuah perkebunan di mana
pohon-pohonnya sedang berbuah, ranum dan menggiurkan. “Izinkanlah saya
memetik buah-buahan ini untuk kita”. pinta Malaikat Izrail (menguji Nabi
Idris a.s).
“Subhanalloh, (Maha Suci Alloh)” kata Nabi Idris a.s.
“Kenapa?” Malaikat Izrail pura-pura terkejut.
“Buah-buahan ini bukan milik kita”. Ungkap Nabi Idris a.s.
Kemudian Beliau berkata: “Semalam anda menolak makanan yang halal, kini anda menginginkan makanan yang haram “.
Malaikat Izrail tidak menjawab. Nabi Idris a.s perhatikan wajah tamunya
yang tidak merasa bersalah. Diam-diam beliau penasaran tentang tamu
yang belum dikenalnya itu. Siapakah gerangan pikir Nabi Idris a.s.
“Siapakah engkau sebenarnya?” tanya Nabi Idris a.s.
“Aku Malaikat Izrail”. Jawab Malaikat Izrail.
Nabi Idris a.s terkejut, hampir tak percaya, seketika tubuhnya bergetar tak berdaya.
“Apakah kedatanganmu untuk mencabut nyawaku?” selidik Nabi Idris a.s serius.
“Tidak” Senyum Malaikat Izrail penuh hormat.
“Atas izin Alloh, aku sekedar berziarah kepadamu”. Jawab Malaikat Izrail.
Nabi Idris manggut-manggut , beberapa lama kemudian beliau hanya terdiam.
“Aku punya keinginan kepadamu”. Tutur Nabi Idris a.s
“Apa itu? Katakanlah!”. Jawab Malaikat Izrail.
“Kumohon engkau bersedia mencabut nyawaku sekarang. Lalu mintalah
kepada Alloh SWT untuk menghidupkanku kembali, agar bertambah rasa
takutku kepada-Nya dan meningkatkan amal ibadahku” . Pinta Nabi Idris
a.s.
“Tanpa seizin Alloh, aku tak dapat melakukannya” , tolak
Malaikat Izrail. Pada saat itu pula Alloh SWT memerintahkan Malaikat
Izrail agar mengabulkan permintaan Nabi Idris a.s.
Dengan izin Alloh Malaikat Izrail segera mencabut nyawa Nabi Idris a.s. sesudah itu beliau wafat.
Malaikat Izrail menangis, memohonlah ia kepada Alloh SWT agar
menghidupkan Nabi Idris a.s. kembali. Alloh mengabulkan permohonannya.
Setelah dikabulkan Allah Nabi Idris a.s. hidup kembali.
“Bagaimanakah rasa mati itu, sahabatku?” Tanya Malaikat Izrail.
“Seribu kali lebih sakit dari binatang hidup dikuliti”. Jawab Nabi Idris a.s.
” Caraku yang lemah lembut itu, baru kulakukan terhadapmu”. Kata Malaikat Izrail.
MasyaAlloh, lemah-lembutnya Malaikat Maut (Izrail) itu terhadap Nabi
Idris a.s. Bagaimanakah jika sakaratul maut itu, datang kepada kita?
Siapkah kita untuk menghadapinya?
*
Postingan Terkait Lainnya :
renungan- INILAH AKIBAT MENANTANG ALLAH
- Seorang Wanita Penyayang Kucing di Tarim, Hadramaut, Yaman
- Bertanya keberadaan-Nya hingga engkau dicintai-Nya
- gedungBanyak kaum muslimin yang sulit untuk menerima kenyataan dimana orang-orang non muslim hidup dalam gemerlap harta benda dan bernasib lebih baik dalam soal kehidupan duniawi, sekalipun mereka kafir atau musyrik. Realita ini tidak hanya pada level individu, tapi juga pada level negara, dimana negara-negara kafir Barat identik dengan negara maju dan kaya. Sementara negara-negara Islam dikategorikan sebagai negara dunia ketiga yang miskin dan terbelakang. Tidak ada yang aneh dalam kondisi tersebut, sebab permasalahan itu akan menjadi sangat sederhana selama kita masih berpegang pada dua hal, Kitabullah dan Sunnah Nabi SAW. Telah banyak terdapat dalam Al Qur`an dan As-Sunnah mengapa orang-orang kafir justru hidup kaya raya sekalipun mereka kufur atau menyekutukan Allah. Semua ini hanya dapat difahami oleh setiap orang yang mempunyai hati atau mau menggunakan pendengarannya sedang dia menyaksikannya. Tidak aneh apabila masalah ini menjadi rumit bagi kaum muslimin yang memiliki pemahaman terbatas. Sebab sekelas sahabat ‘Umar bin Khaththab sebagai salah seorang terdekat dengan Rasulullah SAW saja pernah merasakan hal yang sama dimana ‘Umar menceritakan: “Rasulullah SAW berbaring di atas selembar tikar sambil tersenyum. Tidak ada sesuatupun yang mengalasi antara Beliau dan tikar tersebut. Di bawah kepala beliau terdapat sebuah bantal terbuat dari kulit yang pinggirnya berjahitkan tali dari serabut. Pada kedua kakinya terdapat anyaman daun yang dibentuk dan pada kepalanya terdapat kulit yang tergantung. Lalu aku melihat bekas tikar pada lambung beliau dan akupun menangis. Maka beliau bertanya: “Apa yang membuat engkau menangis?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Kisra dan Kaisar telah hidup dengan kemewahan yang mereka miliki, padahal engkau adalah utusan Allah.” Beliau lalu bertanya: “Tidakkah engkau rela jika dunia menjadi milik mereka berdua dan akhirat menjadi milik kita?” Dan dalam riwayat lain disebutkan, bahwa ‘Umar RA menceritakan: “Lalu aku masuk menemui Beliau dan aku dapati dalam keadaan berbaring di atas lantai berpasir. Tidak ada kasur antara lantai pasir tersebut dan beliau, hingga pasir tersebut membekas pada lambung beliau. Kepalanya beralaskan bantal kulit yang pinggirnya dijahit dengan tali serabut. Kemudian aku mengucapkan salam kepadanya……, lalu aku mengangkat pandanganku ke atas di dalam rumah beliau dan sungguh aku tidak menemukan sesuatu yang melindungi pandangan kecuali tiga lembar daun kelor. Maka aku berkata: “Berdo’alah kepada Allah agar melapangkan rezeki atas umatmu. Karena sesungguhnya raja Persia dan Kaisar Romawi telah dilapangkan rezeki atas mereka dan diberi kekayaan dunia, padahal mereka tidak menyembah Allah.” Sambil bersandar, beliau menjawab: “Apakah engkau masih ragu tentang aku wahai Ibn Al Khaththab? Mereka adalah kaum yang disegerakan kenikmatan hidup dunia.” Maka aku berkata: “Wahai Rasulullah, mintakanlah ampun untukku.” Jawaban Nabi SAW atas pertanyaan ‘Umar RA merupakan jawaban yang memuaskan dan sempurna bagi setiap orang yang bertanya, mengapa dirinya fakir dan miskin padahal dia beriman dan taat kepada Allah, sementara mengapa orang-orang kafir hidup bergelimang harta padahal mereka kufur atau menyekutukan atau durhaka kepada Allah SWT. Firman-Nya: “Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain.” (Al Furqaan : 20). Ayat ini berarti bahwa: “Kami menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain, untuk mengetahui siapa yang ta’at dan siapa yang durhaka, siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur terhadap nikmat Allah SWT.” Allah SWT telah menciptakan surga dan neraka, lalu menjadikan bagi keduanya penghuni yang berhak untuk hidup kekal di dalamnya. Adapun surga, hanya akan dihuni oleh orang-orang beriman yang bersaksi atas keesaan Allah SWT dan mengakui kenabian Muhammad SAW. Lalu mereka menyembah dan menta’ati Allah SWT, lalu mati dalam keadaan beriman dan ta’at kepada-Nya. Sedangkan neraka, akan dihuni oleh setiap manusia yang kufur dan durhaka kepada Allah SWT, lalu mati dalam keadaan tersebut. Akan tetapi, diantara wujud keadilan Allah SWT yang akan membalas perbuatan baik dengan sepuluh hingga ratusan kali lipat, bahwa Dia SWT juga akan membalas setiap manusia atas perbuatan baik yang dilakukannya, sekalipun dia seorang kafir. Ada segolongan orang kafir yang selalu melakukan kebaikan dan memberikan sedekah kepada orang-orang fakir serta menggunakan harta mereka untuk hal-hal kebajikan. Hanya saja, karena surga telah diharamkan atas orang-orang kafir sehingga mereka tidak mungkin memasukinya untuk mendapatkan balasan atas kebaikannya, maka Allah SWT akan mensegerakan balasannya di kehidupan dunia yang merupakan surga bagi mereka. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW: “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” Hingga di saat orang kafir telah memasuki kehidupan akhirat, maka dia tidak akan mendapatkan pahala apapun, sebagaimana firman Allah SWT: “Janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang segera menjadi kafir; sesungguhnya mereka tidak sekali-kali dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. Allah berkehendak tidak akan memberi sesuatu bahagian (dari pahala) kepada mereka di hari akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” Ali Imran : 176 Ayat ini berarti, kebijaksanaan Allah SWT terhadap orang-orang kafir adalah, bahwa dengan kehendak dan kekuasaan-Nya, Dia ingin untuk tidak memberikan bagi mereka sedikit bagian pun di kehidupan akhirat.
- Hikmah di Balik Kisah Nabi Khidir
- Bila negeri ini mandiri dan mengembargo dunia
- Ibadah Tersembunyi Yang Dicintai Allah
- Tafsir Lir-ilir, Tembang Syareat Para Wali Tanah Jawi
- Mukjizat Allah yang Mencengangkan Para Ilmuwan Barat
- Tahukah Anda Apa Saja Sebagian Kenikmatan Di Surga?
- TANGISAN RASULULLAH SAW AKAN NASIB KAUM WANITA
- TIDAK LAKU-LAKU
- SEBAGIAN CONTOH TOKOH MODERN YANG MENGALAMAI SAKARATUL MAUT DALAM WAKTU LAMA
- HARI KIAMAT
- Inspirasi Pagi: Setan Bisu atau Unta Merah?
- JILBAB AGAIN AND AGAIN
- AKU PERCAYA DAN YAKIN
- AMERIKA MEMBUKTIKAN "KERASULAN" MUHAMMAD SAW.
- Rahasia dibalik Iddah...
- NABI MUSA DAN AHLI IBADAH
- Dahsyatnya Sakaratul Maut
- ( TELADAN ) SYAIR ABU NAWAS
- Pelukis Kartun Nabi SAW, terpangggang hidup-hidup.
- SAMPAIKAN PESAN UMMI PADA ABIMU
0 komentar:
Posting Komentar