Pernah Imam Al Ghazali menangis hingga
keluar air matanya usai memimpin sholat shubuh. Akhirnya salah satu dari
mereka memberanikan diri menghampiri sang guru. “Apa gerangan yang
membuat guru menangis,” tanyanya. Mendapat pertanyaan dari seorang
muridnya tidak membuat sang guru langsung menjawab, bahkan Imam Al
Ghazali memberikan pertanyaan berturut-turut kepada murid
yang bertanya tadi. “Kenapa Adam a.s diusir Allah dari surga, kenapa
pula dengan iblis, penghuni surga yang kemudian dilaknat Allah dan
menjadi ahlunnaar, berapa banyak kesalahan Adam hingga ia harus menerima
hukuman itu, berapa banyak pula yang dilakukan iblis.”
Kalaulah Adam yang hanya ‘sekali’ melakukan kesalahan terhadap Allah
harus terusir dari surga, sementara iblis yang juga ‘sekali’
kesalahannya dilaknat dan menjadi penghuni abadi neraka. Pantaslah bila
Imam Al Ghazali, seorang ahli ibadah, menangis meski didepan muridnya,
karena ia tidak bisa membayangkan adzab apa yang akan diterimanya kelak
berhadapan dengan Allah di hari akhir dengan wajah penuh dosa. Tidak
berlebihan pula apa yang dilakukan Rabi’ah Al Adawiyah, perempuan yang
menyerahkan seluruh cintanya kepada Allah selalu merasa dirinya tidak
pantas masuk surga dan meminta Allah untuk menjauhkannnya dari sekedar
wanginya surga jika ibadahnya dilakukan semata untuk pahala dan surga
Allah. Pantas pula jika Muhammad, Rasul Allah, meski dirinya sudah
dijamin Allah untuk masuk surga sebelum manusia lainnya tetap sujud
setiap malamnya hingga kakinya bengkak.
Pernahkah kita, dalam
sehari saja, menghitung berapa banyak perbuatan dosa kita. Baik dosa
yang langsung terhadap Allah, maupun dosa yang terkait dengan makhluk
lainnya. Sebagai gambaran tentang perbuatan dosa, Rasulullah pernah
bersabda bahwa dosa adalah ketika hati menjadi tidak tentram tatkala
orang lain menyebutkannya.
Fenomena yang terjadi, banyak orang
yang tersakiti dengan tutur kata sarkas dan tidak sopan, pikirkan
akibat yang timbul dari kekikiran kita, berbagai perbuatan merusak tak
pelak semakin mewarnai tangan-tangan kotor ini. Belum lagi dengan sikap
tidak amanah, fitnah, takabur dan dusta. Serta puluhan, ratusan bahkan
ribuan atau jutaan lagi perbuatan jahat dan maksiat. Mungkin jika kita
mencoba menghitungnya, entah apa yang terbayang tentang tempat kita
diakhirat nanti.
Apa yang bisa kita bayangkan ketika suatu
ketika semua manusia berkumpul dalam tempat luas yang tak seorang pun
punya hak istimewa kecuali dengan izin Allah. Jangankan hak istimewa,
pakaian pun tak ada. Yang jelas dalam benak manusia saat itu cuma pada
dua pilihan: surga atau neraka. Di dua tempat itulah pilihan akhir nasib
seorang anak manusia.
“Pada hari ketika manusia lari dari
saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari isteri dan anak-anaknya. Setiap
orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup
menyibukkannya.” (QS. 80: 34-37)
( Syair Abu Nawas )
Wahai Tuhan aku tak layak ke surgaMu
Namun tak pula aku sanggup ke nerakaMu
Ampunkan dosaku terimalah taubatku
Sesungguhnya Engkaulah pengampun dosa-dosaku
Dosa-dosaku bagaikan pepasir di pantai, Dengan rahmatMu Tuhanku ampunkan daku
Mulailah bayang-bayang pedihnya siksa neraka tergambar jelas. Kematian
di dunia cuma sekali. Sementara, di neraka orang tidak pernah mati.
Selamanya merasakan pedihnya siksa. Terus, dan selamanya. Belum
saatnyakah kita menangis di hadapan Allah. Atau jangan-jangan, hati kita
sudah teramat keras untuk tersentuh dengan kekuasaan Allah yang teramat
jelas di hadapan kita.
Imam Ghazali menasehati bahwa kesulitan
menangisnya dimana airmata keluar karena takut dengan azab Allah SWT,
maka menangislah akan ketidak mampuannya itu.
*
Postingan Terkait Lainnya :
renungan- INILAH AKIBAT MENANTANG ALLAH
- Seorang Wanita Penyayang Kucing di Tarim, Hadramaut, Yaman
- Bertanya keberadaan-Nya hingga engkau dicintai-Nya
- gedungBanyak kaum muslimin yang sulit untuk menerima kenyataan dimana orang-orang non muslim hidup dalam gemerlap harta benda dan bernasib lebih baik dalam soal kehidupan duniawi, sekalipun mereka kafir atau musyrik. Realita ini tidak hanya pada level individu, tapi juga pada level negara, dimana negara-negara kafir Barat identik dengan negara maju dan kaya. Sementara negara-negara Islam dikategorikan sebagai negara dunia ketiga yang miskin dan terbelakang. Tidak ada yang aneh dalam kondisi tersebut, sebab permasalahan itu akan menjadi sangat sederhana selama kita masih berpegang pada dua hal, Kitabullah dan Sunnah Nabi SAW. Telah banyak terdapat dalam Al Qur`an dan As-Sunnah mengapa orang-orang kafir justru hidup kaya raya sekalipun mereka kufur atau menyekutukan Allah. Semua ini hanya dapat difahami oleh setiap orang yang mempunyai hati atau mau menggunakan pendengarannya sedang dia menyaksikannya. Tidak aneh apabila masalah ini menjadi rumit bagi kaum muslimin yang memiliki pemahaman terbatas. Sebab sekelas sahabat ‘Umar bin Khaththab sebagai salah seorang terdekat dengan Rasulullah SAW saja pernah merasakan hal yang sama dimana ‘Umar menceritakan: “Rasulullah SAW berbaring di atas selembar tikar sambil tersenyum. Tidak ada sesuatupun yang mengalasi antara Beliau dan tikar tersebut. Di bawah kepala beliau terdapat sebuah bantal terbuat dari kulit yang pinggirnya berjahitkan tali dari serabut. Pada kedua kakinya terdapat anyaman daun yang dibentuk dan pada kepalanya terdapat kulit yang tergantung. Lalu aku melihat bekas tikar pada lambung beliau dan akupun menangis. Maka beliau bertanya: “Apa yang membuat engkau menangis?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Kisra dan Kaisar telah hidup dengan kemewahan yang mereka miliki, padahal engkau adalah utusan Allah.” Beliau lalu bertanya: “Tidakkah engkau rela jika dunia menjadi milik mereka berdua dan akhirat menjadi milik kita?” Dan dalam riwayat lain disebutkan, bahwa ‘Umar RA menceritakan: “Lalu aku masuk menemui Beliau dan aku dapati dalam keadaan berbaring di atas lantai berpasir. Tidak ada kasur antara lantai pasir tersebut dan beliau, hingga pasir tersebut membekas pada lambung beliau. Kepalanya beralaskan bantal kulit yang pinggirnya dijahit dengan tali serabut. Kemudian aku mengucapkan salam kepadanya……, lalu aku mengangkat pandanganku ke atas di dalam rumah beliau dan sungguh aku tidak menemukan sesuatu yang melindungi pandangan kecuali tiga lembar daun kelor. Maka aku berkata: “Berdo’alah kepada Allah agar melapangkan rezeki atas umatmu. Karena sesungguhnya raja Persia dan Kaisar Romawi telah dilapangkan rezeki atas mereka dan diberi kekayaan dunia, padahal mereka tidak menyembah Allah.” Sambil bersandar, beliau menjawab: “Apakah engkau masih ragu tentang aku wahai Ibn Al Khaththab? Mereka adalah kaum yang disegerakan kenikmatan hidup dunia.” Maka aku berkata: “Wahai Rasulullah, mintakanlah ampun untukku.” Jawaban Nabi SAW atas pertanyaan ‘Umar RA merupakan jawaban yang memuaskan dan sempurna bagi setiap orang yang bertanya, mengapa dirinya fakir dan miskin padahal dia beriman dan taat kepada Allah, sementara mengapa orang-orang kafir hidup bergelimang harta padahal mereka kufur atau menyekutukan atau durhaka kepada Allah SWT. Firman-Nya: “Dan Kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain.” (Al Furqaan : 20). Ayat ini berarti bahwa: “Kami menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain, untuk mengetahui siapa yang ta’at dan siapa yang durhaka, siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur terhadap nikmat Allah SWT.” Allah SWT telah menciptakan surga dan neraka, lalu menjadikan bagi keduanya penghuni yang berhak untuk hidup kekal di dalamnya. Adapun surga, hanya akan dihuni oleh orang-orang beriman yang bersaksi atas keesaan Allah SWT dan mengakui kenabian Muhammad SAW. Lalu mereka menyembah dan menta’ati Allah SWT, lalu mati dalam keadaan beriman dan ta’at kepada-Nya. Sedangkan neraka, akan dihuni oleh setiap manusia yang kufur dan durhaka kepada Allah SWT, lalu mati dalam keadaan tersebut. Akan tetapi, diantara wujud keadilan Allah SWT yang akan membalas perbuatan baik dengan sepuluh hingga ratusan kali lipat, bahwa Dia SWT juga akan membalas setiap manusia atas perbuatan baik yang dilakukannya, sekalipun dia seorang kafir. Ada segolongan orang kafir yang selalu melakukan kebaikan dan memberikan sedekah kepada orang-orang fakir serta menggunakan harta mereka untuk hal-hal kebajikan. Hanya saja, karena surga telah diharamkan atas orang-orang kafir sehingga mereka tidak mungkin memasukinya untuk mendapatkan balasan atas kebaikannya, maka Allah SWT akan mensegerakan balasannya di kehidupan dunia yang merupakan surga bagi mereka. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW: “Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” Hingga di saat orang kafir telah memasuki kehidupan akhirat, maka dia tidak akan mendapatkan pahala apapun, sebagaimana firman Allah SWT: “Janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang segera menjadi kafir; sesungguhnya mereka tidak sekali-kali dapat memberi mudharat kepada Allah sedikitpun. Allah berkehendak tidak akan memberi sesuatu bahagian (dari pahala) kepada mereka di hari akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” Ali Imran : 176 Ayat ini berarti, kebijaksanaan Allah SWT terhadap orang-orang kafir adalah, bahwa dengan kehendak dan kekuasaan-Nya, Dia ingin untuk tidak memberikan bagi mereka sedikit bagian pun di kehidupan akhirat.
- Hikmah di Balik Kisah Nabi Khidir
- Bila negeri ini mandiri dan mengembargo dunia
- Ibadah Tersembunyi Yang Dicintai Allah
- Tafsir Lir-ilir, Tembang Syareat Para Wali Tanah Jawi
- Mukjizat Allah yang Mencengangkan Para Ilmuwan Barat
- RASA SAKIT SAKARATUL MAUT SEORANG NABI ALLAH
- Tahukah Anda Apa Saja Sebagian Kenikmatan Di Surga?
- TANGISAN RASULULLAH SAW AKAN NASIB KAUM WANITA
- TIDAK LAKU-LAKU
- SEBAGIAN CONTOH TOKOH MODERN YANG MENGALAMAI SAKARATUL MAUT DALAM WAKTU LAMA
- HARI KIAMAT
- Inspirasi Pagi: Setan Bisu atau Unta Merah?
- JILBAB AGAIN AND AGAIN
- AKU PERCAYA DAN YAKIN
- AMERIKA MEMBUKTIKAN "KERASULAN" MUHAMMAD SAW.
- Rahasia dibalik Iddah...
- NABI MUSA DAN AHLI IBADAH
- Dahsyatnya Sakaratul Maut
- Pelukis Kartun Nabi SAW, terpangggang hidup-hidup.
- SAMPAIKAN PESAN UMMI PADA ABIMU
2 komentar:
syair yg indah dan menyentuh ^_^
Hidup yg sebenar benarnya.....ia lah hidap yg tidak mempan akan kematian
Posting Komentar