Seperti biasa, satu bulan sekali pada minggu kedua tiap ba’da ashar saya biasa menjadi MC pada kajian bulanan dengan muwajih dari salah satu lembaga dakwah nasional. Saya bersyukur karena kajian ini bisa diadakan setelah lebih dari 5 tahun perusahaan tempat saya bekerja ini beroperasi sebagai perusahaan jasa dan produk. Dan waktu itu merupakan kali ketiga kajian Islam ceramah agama itu berlangsung.
Alhamdulillah, ini tidak lepas dari sosok baru seorang General Manager yang menggantikan pimpinan yang lama karena telah dimutasikan keposisi yang lain, beliau sangat concern dalam hal keagamaan, dan selalu menanyakan apakah staff sudah sholat apa belum, beliau juga terbiasa menjadi Imam di mushola kecil kami walaupun hanya mampu memuat belasan jama’ah sholat pria dan wanita.
Sore itu, 14 januari 2011, ba’da Ashar, kajian ceramah agama dimulai. Sebagai MC, saya memulai mukadimah dengan sedikit menyampaikan taujihat tentang ”taman syurga”.
Iya, taman syurga. Sebuah taman yang pernah disebutkan oleh qudwah dan uswah didalam hidup kita yakni Rasulullah saw. Beliau dalam sebuah hadistnya pernah bersabda, “Jika kalian melewati taman-taman surga, makan dan minumlah di dalamnya.” Para Sahabat bertanya, “Apakah taman surga itu, wahai Rasulullah?” Jawab beliau, “Halaqah-halaqah (majelis-majelis) ddzikir.” (HR at-Tirmidzi).
Saya memotivasi para peserta yang hadir di kajian Islam tersebut dengan sebuah kata yakni “taman syurga”. Sebuah taman yang sebagaimana Rasulullah ceritakan pada hadist di atas.
”Insya Allah, kajian rutin kita pada hari ini merupakan bagian dari taman syurga, yang mana para malaikatpun hadir ditempat yang mulia ini,” kata saya.
Tak lama kemudian sang muwajih memulai ceramahnya, yang bertemakan syakhshiyah Islam (kepribadian dalam Islam/karakteristik seorang muslim).
Salah satu kalimat yang disampaikan oleh sang ustadz dalam taujihatnya yang saya fikir kita juga mungkin sudah tidak asing dengan kalimat ini, yaitu beliau katakan,”Insya Allah, setiap orang yang mengaku muslim pasti akan masuk syurga. Namun, memang ada yang langsung masuk ke dalam syurga tersebut, namun pula, ada yang harus ”mampir sejenak” untuk ”dibersihkan” dulu di dalam neraka.” jelas beliau.
Sejenak saya termenung dan mencerna kata-kata beliau yang kebetulan duduknya tepat disamping saya. Termenung dengan kata-kata ”mampir sejenak” itu. Sekilas memang orang secara awam akan berfikir, ”ah…tidak apa berbuat maksiat sedikit, sholat senin kamis, nantikan pasti masuk syurga walaupun harus mampir sejenak di neraka,” fikir saya memikirkan mungkin apa yang difikirkan oleh orang yang tidak terlalu memahami Islam dengan baik.
Apalagi qudwah dan uswah kita sendiri pada saat maut hendak menjemputnya, beliau pernah berkata bahwa beliau adalah yang paling terakhir masuk ke dalam syurga, sebelum semua umat beliau masuk ke dalam syurga itu. Berarti memang kelak akan ada yang akan ”mampir sejenak” di neraka.
Alhamdulillah, pada sesi tanya jawab, saya membuka bagian tersebut dengan menyelipkan sedikit taujihat kepada yang hadir. ”sebagaimana yang telah ustadz kita tadi jelaskan, bahwa insya Allah kita semua yang menjadi pengikut nabi Muhammad dengan memeluk Islam akan masuk ke dalam syurganya Allah,” hadirin memotong kalimat saya dengan mengucapkan, ”Amin…Allahuma amin…”.
”namun….” saya melanjutkan. ”ustadz kita tadi juga menyampaikan bahwa kelak juga akan ada yang mampir sejenak di neraka untuk dibersikan, karena masuk kedalam syurga hanyalah diperuntukan oleh orang-orang yang terbebas daripada dosa-dosa yang ia perbuat didunia”.
”namun, saya fikir, tidak ada satupun diantara kita yang hadir ditempat ini mau atau ikhlas dan ridha jika dia mampir sejenak di neraka tersebut. Kenapa?” tanya saya. Karena satu hari berada disana, sama dengan 1000 tahun kita berada di dunia. Dan sebagaimana yang kita ketahui bersama, bahwa siksaan paling ringan di neraka adalah diletakannya bara api di tumit orang itu yang dengan itu seketika mampu mendidihkan otaknya,” lanjut saya.
Para hadirin dan sang ustadz yang berada disamping saya mengucapkan, ” Naudzubillahi mindzalik”. sebuah ungkapan meminta perlindungan kepada Allah dari bahaya atau madharat sesuatu hal.
Sebagaimana hadist Rasulullah saw :
“Sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka pada hari kiamat ialah seseorang yang di bawah kedua tumitnya diletakkan dua bara api yang dapat mendidihkan otaknya. Sedangkan ia berpendapat bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berat siksaannya daripada itu, padahal itu adalah siksaan yang paling ringan bagi penghuni neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Apakah perbandingan 1 hari di hari akhir sama dengan 1000 tahun di dunia tidak membuat kita berfikir sejenak?
”Dan sesungguhnya satu hari (menurut perhitungan) Tuhanmu adalah seperti 1000 tahun menurut perkiraanmu”. [Surat al-Haj ayat 47]
Hidup kita di dunia ini tidak lama. Coba kita hitung rasio hari dunia dan akhirat,
1 hari akhirat = 1.000 tahun dunia menurut perkiraan kita
Satu tahun di dunia biasa 365 hari. Coba kita darabkan. 1000 x 365 = 365.000 hari
Bermakna satu hari akhirat = 365.000 hari dunia
Coba kita andaikan, jika 1 hari akhirat juga ada 24 jam. Berarti,
setiap jam akhirat adalah – 1000 tahun / 24 = 41.7 tahun dunia.
Maka, apakah masih terlintas di benak kita untuk mampir sejenak di neraka untuk dibersihkan? Tentu tidak.
Lantas, bagaimana agar kita bisa tidak mampir sejenak walau hanya sedetik di sana? Tentu menjadi mukmin yang bertaqwa kepadanya. Menjalankan semua perintah dan menjauhi semua laranganNya. Serta ikhlas dan sabar dalam setiap ujian yang Dia berikan hingga kita berjalan di dunia ini dalam keadaan suci tanpa dosa sedikitpun.
Dari Mush’ab bin Sa’d dari ayahnya. Ayahnya berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah saw,” Manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau saw menjawab,” Para Nabi, kemudian disusul yang derajatnya seperti mereka, lalu yang di bawahnya lagi. Seseorang diuji sesuai keadaan agamanya. Jika agamanya itu kokoh maka diperberatlah ujiannya. Jika agamanya itu lemah maka ujiannya pun disesuaikan dengan agamanya. Senantiasa ujian menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi tanpa dosa sedikit pun.” (HR. al-Ahmad, al-Tirmidzi dan Ibn Majah,berkata al-Tirmidzi: hadits hasan shahih)
Wallahu A’lam bishowab.
Adi Victoria
Komunitas Rindu Syariah & Khilafah
0 komentar:
Posting Komentar