Sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Demikian pula Kerajaan Ternate tahun 1440. Kerajaan Islam lain di Maluku adalah Tidore dan Kerajaan Bacan. Institusi Islam lainnya di Kalimantan adalah Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai. Di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak, Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Palembang. Adapun kesultanan di Jawa antara lain: Kesultanan Demak yang dilanjutkan oleh Kesultanan Jipang, lalu dilanjutkan Kesultanan Pajang dan dilanjutkan oleh Kesultanan Mataram, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Silam diterapkan dalam institusi Kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi Kesultanan Bima. (Ensiklopedia Tematis Dunia Islam: Khilafah dalam bagian "Dunia Islam Bagian Timur", PT. Ichtiar Baru Vab Hoeve, Jakarta. 2002).
Seiring perjalanan waktu, hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dan sistemik di Indonesia. A.C Milner mengatakan bahwa Aceh dan Banten adalah kerajaan Islam di Nusantara yang paling ketat melaksanakan hukum Islam sebagai hukum negara pada abad ke-17. Di Banten, hukuman terhadap pencuri dengan memotong tangan bagi pencurian senilai 1 gram emas telah dilakukan pada tahun 1651-1680 M di bawah Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Iskandar Muda pernah menerapkan hukum rajam terhadap putranya sendiri yang bernama Meurah Pupok yang berzina dengan istri seorang perwira. Kerajaan Aceh Darussalam mempunyai UUD Islam bernama Kitab Adat Mahkota Alam. Sultan Alaudin dan Iskandar Muda memerintahkan pelaksanaan kewajiban shalat lima waktu dalam sehari semalam dan ibadah puasa secara ketat. Hukuman dijalankan kepada mereka yang melanggar ketentuan. (Musyrifah Sunanto, 2005).
Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam I di Jawa memiliki jabatan qadi di Kesultanan yang dijabat oleh Sunan Kalijaga. De Graff dan Th Pigeaud mengakui hal ini. Di Kerajaan Mataram pertama kali dilakukan perubahan tata hukum di bawah pengaruh hukum Islam oleh Sultan Agung. Perkara kejahatan yang menjadi urusan peradilan dihukumi menurut kitab Kisas, yaitu kitab undang-undang hukum Islam pada masa Sultan Agung.
Dalam bidang ekonomi Sultan Iskandar Muda mengeluarkan kebijakan pengharaman riba. Menurut Alfian, deureuham adalah mata uang Aceh pertama. Istilah deureuham dari bahasa Arab dirham. Selain itu Kesultanan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir (1297/1326) telah mengeluarkan mata uang emas. (Ekonomi Masa Kesultanan; Ensiklopedia Tematis Dunia Islam: Khilafah dalam bagian "Dunia Islam Bagian Timur", PT. Ichtiar Baru Vab Hoeve, Jakarta. 2002).
Meski penjajah Belanda menuai sukses besar dalam menghapus syariah Islam di bumi Nusantara, umat Islam di negeri ini tidak pernah diam. Perjuangan untuk menegakkan kembali syariah Islam terus dilakukan. Pada tanggal 16 Oktober 1905 berdirilah Sarekat Islam, yang sebelumnya adalah Sarekat Dagang Islam. Inilah mestinya tonggak kebangkitan Indonesia, bukan Budi Utomo yang berdiri 1908 dengan digerakkan oleh para didikan Belanda. KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah tahun 1912 dengan melakukan gerakan sosial dan pendidikan. Adapun Taman Siswa, baru didirikan Ki Hajar Dewantara pada 1922. Sejatinya, KH Ahmad Dahlanlah sebagai bapak pendidikan. (H. Endang Saefuddin Anshari, 1983).
Pada saat Pemilu yang pertama tahun 1955, Masyumi adalah partai Islam pertama dan terbesar yang jelas-jelas memperjuangkan tegaknya syariah Islam di Indonesia. Lahirnya Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 adalah salah satu puncak dari perjuangan umat Islam dalam menegakkan syariah Islam di Indonesia.
Lebih dari itu, sejarah perjuangan Islam di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari agenda Khilafah Islam. Setelah institusi Khilafah Islam Ustmaniyah dibubarkan pada 3 Maret 1924, ulama dan tokoh pergerakan Islam Indonesia meresponnya dengan pembentukan Komite Khilafah yang didirikan di Surabaya pada 4 Oktober 1924, dengan ketua Wondosudirdjo (Sarikat Islam) dan wakilnya KH A. Wahab Hasbullah (lihat: Bendera Islam, 16 Oktober 1924). Kongres ini memutuskan untuk mengirim delegasi ke Kongres Khilafah ke Kairo yang terdiri dari Surjopranoto (Sarikat Islam), Haji Fachruddin (Muhammadiyah), dan KH. A. Wahab dari kalangan tradisi. (Hindia Baroe, 9 Januari 1925). KH A. Wahab kemudian dikenal sebagai salah satu pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdhatul Ulama.
Semua bukti sejarah ini menunjukkan kepalsuan tuduhan berbagai pihak-yang menolak syariah Islam dan Khilafah-bahwa Indonesia tidak pernah mengenal formalisasi syariah Islam oleh negara, apalagi Khilafah.
Rata Kiri
Deni Triandini, S.ST
Karyawan Swasta, Tim Lajnah I’lamiyah HTI Malang
(Di kirim ke media)
0 komentar:
Posting Komentar