السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Bersentuhan dengan kulit lawan jenis khususnya dengan isteri atau suami apakah dapat membatalkan wudhu atau tidak, ada tiga pendapat ulama yang berbeda:
Pertama: Tidak membatalkan wudhu, ini adalah pendapat madzhab Al-Hanafiyah, mereka mengatakan bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara muthlaq, wanita itu isterinya atau pun bukan, dengan syahwat atau tidak dengan dengan syahwat.
As-Sarkhasi rahimahullah berkata: “Tidak wajib wudhu karena mencium atau menyentuh wanita, dengan syahwat atau tidak dengan syahwat”.
Dalil mereka:
Dalil pertama: Pada dasarnya wudhunya tidak batal kecuali bila ada alil yang shahih dan terang.
Dalil kedua: ada beberapa hadits shahih yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak kembali
berwudhu setelah menyentuh Aisyah. Aisyah RA berkata: “Dahulu aku tidur di depan Rasulullah SAW dan kedua kakiku ada di arah qiblatnya, dan bila sujud beliau menyentuhku”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Aisyah RA juga berkata: “Suatu malam aku kehilangan Rasulullah SAW dari tempat tidur maka kau mencarinya lalu tanganku memegang kedua telapak kakinya”.
Dalil ketiga: makna “لامستم النساء” adalah jima’, seperti halnya firman Allah SWT: “ولم يمسسني بشر”
Kedua: Membatalkan wudhu
Pendapat Madzhab As-Syafi’iyyah: bahwa seorang laki-laki yang menyentuh kulit isterinya atau wanita lainnya yang bukan mahram dapat membatalkan wudhu, walau pun menyentuhnya tanpa diiring dengan syahwat. Dalil mereka adalah:
Imam Syafi’I rahimahullah menafsirkan kata “لا مستم النساء” dalam surat Al-Maidah ayat 6 adalah bertemunya kulit dengan kulit walau pun tidak terjadi jima’. Alasannya adalah :
Alasan pertama: Bahwa Allah SWT menyebutkan kata “Janabah” di awal ayat ini kemudian mengikutinya dengan menyentuh wanita
Maka ini menunjukan bahwa menyentuh wanita sebagai hadats kecil seperti buang air besar, dan itu semua bukan “janabah”, maka maksud “لا مستم النساء di sini adalah menyentuh kulit walau pun tidak terjadi jima’.
Alasan kedua: dari sisi bahasa Arab kata “لا مس” maknanya “لمس” sebagaimana dalam qira’ah lainnya, dan semuanya bermakna bertemunya kulit dengan kulit, Allah berfirman “فلمسوه بأيديهم” (QS. Al-An’am)
Alasan ketiga: Abdullah bin Umar RA berkata: “Seorang laki-laki mencium isterinya dan جسها (menyentuhnya) dengan tangannya termasuk “الملامسة” (menyentuh), dan barang siapa yang mencium ietrinya atau menyentuh dengan tangannya maka wajib baginya berwudhu”. (HR. Malik dalam Muwattha’ dengan sanad shahih).
Menyentuh wanita dapat membatalkan waudhu dengan syarat: 1. dengan lawan jenis 2. Bersentuhan kulit 3. Tidak ada penghalang (seperti pakaian/kain) 4. Kedua sudah baligh 5. Bukan mahram.
Sedangkan pendapat ketiga: pendapat madzhab Al-Malikiyah dan Madzhab Al-Hanabilah, mereka menghimpun dalil dari dua pendapat sebelumnya, mereka mengatakan bahwa menyentuh wanita yang dapat membatalkan wudhu adalah bertemunya kulit dengan kulit bila diiringi dengan syahwat, dan inilah yang dimaksud dari ayat “لامستم النساء”, adapun jika hanya bersentuhan tanpa syahwat seperti dalam kisah Aisyah RA di dua hadits yang disebutkan di atas maka tidak membatalkan wuhdu.
Sebab perbedaan
Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menyebutkan sebab perbedaan pendapat diantara mereka dalam hal ini adalah karena kata اللمس dalam bahasa arab bermakna menyentuh dengan tangan dan makna lainnya adalah jima’ (senggama)
Jadi pendapat yang mengatakan اللمس adalah menyentuh dengan tangan maka sekedar bersentuhan saja sudah dapat membatalkan waudhu, seperti pendapat kedua.
Pendapat yang mengatakanاللمس bermakna jima’ maka hanya sekedar bersentuhan tidak dapat membatalkan wudhu,seperti pendapat pertama.
Pendapat lainnya bila bersentuhannya tidak dengan rasa nikmat atau dengan syahwat maka tidak membatalkan wudhu, bila dengan syahwat maka membatalkan wudhu, seperti pendapat ketiga.
Nah di sini kita diajarkan bisa lebih bersikap dewasa dan bijak serta mengedapankan ukhuwah, tidak mengatakan yang lainnya salah dan hanya ini yang paling benar.
Tidak sedikit riwayat yang menggambarkan sikap toleransi yang perlihatkan oleh para ulama terdahulu dalam menyikapi perbedaan yang bersifat furu’iyah, silahkan anda bisa mengikuti pendapat yang anda yakini. Namun perlu dicatat, bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahram tidak diperbolehkan dalam Islam. Wallahu a’lam.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
0 komentar:
Posting Komentar