Minggu, 30 Januari 2011

Risalah Bagi Pencinta Ilmu

Oleh : Mush’ab Abdurrahman

Islam memiliki perhatian yang besar terhadap ilmu. Mercusuar peradaban islam telah melahirkan ribuan ilmuan yang memberikan cahaya terang bagi kehidupan. Entah itu ilmu kategori science (ilmu pengetahuan) ataupun tsaqofah islam. keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Bagai dua sisi mata uang. Sehingga di islam tidak mengenal dikotomi antara ilmu islam (tsaqofah islam) dengan ilmu non islam (science). Ulama besar jebolan Al-Azhar sekaligus pejuang islam As-Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani membedah tuntas keduanya di kitab Asyakhsiyyah Al-Islamiyyah Juz 1.

Sebegitu besarnya perhatian islam terhadap ilmu, khususnya tsaqofah islam , telah menjadikan ulama-ulama kaum muslimin sebagai peletak dasar ilmu pengetahuan modern sekarang ini. Tradisi keilmuan sudah menjadi tradisi yang diwariskan oleh Rasulullah saw kepada para shahabat. Wahyu Al-Qur’an dan hadist yang turun disemak lalu dihafalkan oleh shahabat. Tidak lupa mereka menuliskannya dipelepah kulit-kulit onta maupun kulit batang pohon terdokumentasi secara rapi. Jadi selain mereka hafal juga memiliki catatan hafalan tersebut. Tidak berhenti disitu ilmu yang terbenam dalam lubuk hati fikiran shahabat diamalkan dalam setiap nafas hidupnya. Inilah yang menjadi faktor kuatnya pemahaman shahabat. Tradisi ini secara berkesinambungan diwarisi oleh generasi-generasi terbaik berikutnya hingga melahirkan ribuan ulama-ulama dibidangnya. Mereka mendalami ilmu pengetahuan yang berguna bagi kesejahteraan hidup seperti matematika, kimia, kedokteran, persenjataan,optik, falak dan sebagainya tanpa melupakan kewajiban terhadap basik utama yaitu tsaqofah islam.

***
Kita sebagai generasi yang sangat jauh dari mereka hendaknya tidak boleh kehilangan cahaya obor yang telah dinyalakan. Semangat menuntut ilmu islam harus terus berkobar dihati kita. Menuntut ilmu adalah kewajiban yang tidak mengenal batas usia. Menuntut ilmu tidak harus dibatasi oleh sekat-sekat tembok sekolah atau kampus. Tidak ada titik finish bagi para pengembara ilmu. Hanya liang kubur sebagai titik limit pelayaran mengarungi samudera ilmu.

Motivasi menjadi senjata yang ampuh menebas halangan pencari ilmu. Allah swt memberikan anugerah derajat yang tinggi bagi orang berilmu (QS. Mujaadilah[58]:11). Bukan hanya itu orang tersebut akan dimudahkannya masuk kedalam surga. Bukankah baginda Rasulullah saw pernah bersabda;

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

"Barangsiapa meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan mempermudahnya jalan ke surga. Sungguh, para Malaikat merendahkan sayapnya sebagai keridlaan kepada penuntut ilmu. Orang yang berilmu akan dimintakan maaf oleh penduduk langit dan bumi hingga ikan yang ada di dasar laut. Kelebihan serang alim dibanding ahli ibadah seperti keutamaan rembulan pada malam purnama atas seluruh bintang. Para ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya maka ia telah mengambil bagian yang banyak." (HR. Abu Daud)

Begitupula ilmu adalah investasi jangka panjang saat jasad kita tidak lagi menjamah bumi alias sudah tidak dikandung badan. Ilmu adalah teman sejati dunia dan akhirat. Saat tubuh kaku terbujur dalam kubur maka terputus semua amalan anak adam kecuali tiga hal, salah satunya ilmu yang bermanfaat. Inilah yang disampaikan oleh Rasulullah saw;

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةِ أَشْيَاءَ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

"Apabila seorang muslim meninggal, maka amalannya terputus kecuali dari tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya." (HR. Abu Daud)

Oleh sebab itu, orang yang berilmu akan memiliki umur yang panjang. Bisa jadi beliau telah meninggal, akan tetapi dengan keilmuannya, namanya akan terus dikenang sedangkan ilmunya akan terus terwarisi oleh generasi-generasi berikutnya. Inilah yang membedakan dengan orang yang berharta banyak. Dengan kekayaan berlimpah yang dimilikinya tidak akan bisa pemiliknya ”abadi” sebagaimana orang berilmu. Harta kekayaan sewaktu-waktu dengan berbagai sebab bisa lenyap dengan cepat. Lihat saja hanya dengan sekali goncangan gempa bumi ataupun sapuan tsunami bisa membuat orang kaya dalam waktu sekejap menjadi miskin mendadak.

Di zaman Abu Hurairah terdapat raja yang memiliki kekuasaan dunia, di zaman imam Ahmad ada orang-orang kaya yang memiliki harta kekayaan melimpah dan mereka bersedekah dan wakaf, di zaman setelah mereka seperti zaman Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, ada juga orang-orang kaya yang bershadaqah, berinfaq dan wakaf. Mana atsar (pengaruh) harta yang mereka infaqkan?, mana shadaqah mereka yang kita rasakan sampai hari ini? Telah hilang semua.

Sementara itu, hadits-hadits-nya Abu Hurairah tetap dibaca setiap saat malam dan siang, dia pun mendapatan pahalanya, para imam-imam juga demikian, ilmu mereka, fiqih mereka tersebar di tengah-tengah ummat, sehingga terus mengalir pahala untuk mereka.

Demikian juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim dan yang lainnya dari para ulama, walau mereka telah meninggal, nama-nama mereka masih senantiasa hidup seakan mereka tetap mengajarkan kepada manusia sementara mereka di kubur-kuburnya. Mereka terus dapat pahala walaupun mereka telah tiada.

***

Jujur mempelajari ilmu, khususnya tsaqofah islam bukan perkara yang mudah. Dibutuhkan tekat dan semangat yang tinggi disertai ikhtiar yang besar (bahdilan juhdi). Tidak bisa dibuat sambilan. Para ulama-ulama terdahulu mengisi hidupnya dengan menuntut ilmu. Mereka rela berjalan ribuan mil hanya untuk mendapatkan satu hadist saja. Sebagaimana yang dialami Jabir bin Abdillah Al Anshori radhiallahu ‘anhu, seorang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadakan rihlah untuk mendapatkan satu hadits selama perjalanan sebulan di atas onta, beliau menempuh perjalanan dari negerinya ke negeri yang lain selama sebulan untuk mendapatkan satu hadits( diriwayatkan Abdullah bin Unais radhiallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad No. 746). Sehingga Imam Muslim pernah meriwayatkan;

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُا لَا يُسْتَطَاعُ الْعِلْمُ بِرَاحَةِ الْجِسْمِ

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya At Tamimi, katanya; telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Yahya bin Abu Katsir dia berkata; Aku mendengar Ayahku berkata; "Ilmu tidak bisa diraih dengan mengistirahatkan badan (ogah-ogahan)

Tentunya dalam konsep islam, selain faktor individu juga dibutuhkan peran negara (khilafah). Menjadi kewajiban syara’ dibebankan oleh negara sebagai institusi yang berperan utama dalam proses penyelenggaraan pendidikan mulai dari menyusun kurikulum, menjamin penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas, , sampai menanggung semua pembiyaan pendidikan.

Semua warga negara harus mendapat akses pendidikan mulai dasar sampai jenjang tertinggi secara gratis. Sistem pendidikan yang unggul, laboratorium riset, perpustakaan yang canggih dan lengkap serta kemudahan lainnya harus menjadi perhatian negara khilafah. Pendidikan harus menjadi prioritas negara disamping bidang yang lain, karena melalui pendidikan inilah tercetak sumber daya manusia yang unggul.

***

Menuntut ilmu wajib dilandasi dengan niat semata-semata karena perintah Allah SWT. Memang tidak bisa disangkal faedah ilmu adalah mempermudah hidup didunia. Dengan kata lain ilmu mampu menaklukkan dunia. Namun bukan berarti pencapaian kenikmatan dunia menggeser arah niat kita dalam menuntut ilmu hanya ikhlas untuk Allah swt Sang pemilik ilmu. Hati-hatilah terhadap peringatan Rasulullah saw dalam hadistnya;

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا

Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang seharusnya karena Allah Azza Wa Jalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dari dunia, maka ia tidak akan mendapatkan baunya Surga pada Hari Kiamat." (HR. Abu Daud)

***

Menimba ilmu bagi seorang pecinta ilmu bukan untuk mengejar satus sosial, atau mencari lambang kebanggan diri dengan gelar keilmuan yang disandangya. Apalagi mempelajari tsaqofah islam sebagai pemuas intelektual semata. Tidaklah demikian. Orang berilmu bagaikan pohon. Sebatang pohon akan bermanfaat bagi manusia apabila batang dan daunnya yang rindang menjulang keatas mampu digunakan sebagi tempat berteduh dari terik matahari dan hujan. Pohon itu juga mampu menghasilkan buah yang banyak yang bisa dipetik setiap saat bagi yang membutuhkan untuk pelepas lapar dan dahaga. Begitupula seharusnya orang yang berilmu. Ilmu yang ditekuninya harus membawa manfaat bagi manusia lain. Ilmu harus menghasilkan faedah amal baik bagi dirinya maupun orang lain. Rasulullah saw pernah mengajarkan kepada kita bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain. Ilmu yang bermanfaat akan membawanya pada tingkatan derajat yang tinggi dihadapan Allah swt. Sebagaimana sabda Rasulullah saw;

قَالَ مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ

"Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengan membawanya adalah seperti hujan yang lebat yang turun mengenai tanah. Diantara tanah itu ada jenis yang dapat menyerap air sehingga dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dan di antaranya ada tanah yang keras lalu menahan air (tergenang) sehingga dapat diminum oleh manusia, memberi minum hewan ternak dan untuk menyiram tanaman. Dan yang lain ada permukaan tanah yang berbentuk lembah yang tidak dapat menahan air dan juga tidak dapat menumbuhkan tanaman. perumpamaan itu adalah seperti orang yang faham agama Allah dan dapat memanfa'atkan apa yang aku diutus dengannya, dia mempelajarinya dan mengajarkannya, dan juga perumpamaan orang yang tidak dapat mengangkat derajat dan tidak menerima hidayah Allah dengan apa yang aku diutus dengannya". (HR. Bukhari)

Dalam riwayat lain Rasulullah saw membolehkan kita iri pada kondisi tertentu agar kita termotivasi untuk mengikutinya. Seperti disabdakan oleh beliau;

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٍ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُه

Tidak boleh iri (dengki) kecuali kepada dua hal. (Yaitu kepada) seorang yang Allah berikan kepadanya harta lalu dia menguasainya dan membelanjakannya di jalan yang haq (benar) dan seorang yang Allah berikan hikmah (ilmu) lalu dia melaksanakannya dan mengajarkannya (kepada orang lain) ". (HR. Bukhari)

***

Dimasa sekarang ini kita sangat membutuhkan tipologi ulama-ulama akhirat terlahir kembali. Tipe ulama sekaligus pejuang. Oleh karena itu saya menamainya dengan istilah ulama akhirat. Ulama akhirat adalah ulama yang mendedikasikan segala amanah ilmu yang dimilikinya untuk perjuangan mengentaskan umat dari kegelapan menuju cahaya ilahi.

Sekarang ini kondisi umat islam telah betul-betul terjajah, baik terjajah secara fisik maupun pemikirannya. Penjajah kufur telah menduduki negeri-negari kaum muslimin dengan melakukan hard power maupun smart power. Hard power dilakukan dengan menjajah secara militer merampas, kekuasaan negeri islam, menghabisi ribuan nyawa serta merobek-robek harga diri umat islam. Smart power juga ditempuh dengan melakukan kerjasama-kerjasama komprehensif disegala bidang , dimana sejatinya adalah bentuk hegemoni yang sifatnya soft untuk mengendalikan/merampas ekonomi dan kekuasaan politik negeri islam.

Fenomena ini harus disadari oleh para ulama. Mereka tidak boleh terlena dengan fasilitas keilmuannya dengan membatasi diri di dinding-dinding universitas , terlena dengan mengejar jenjang status keilmuannya, bangku-bangku pesantren dengan ribuan santri atau jabatan organisasi massanya hingga menutup mataterhadap kondisi umat yang terpuruk.

Sekali lagi, umat membutuhkan sosok ulama pejuang yang rela mengorbankan hidupnya yang pendek terlibat dalam perjuangan dakwah untuk membebaskan umat dari penjajahan Negara-negara kufur. Kalau mereka tidak melakukan hal yang demikian, harusnya mereka takut akan azab Allah swt terhadap ilmu yang telah diamanahkan kepadanya. Inilah prioritas agenda utama para ulama sekarang ini, dalam menghadapi persolan utama umat islam (al-qadhiyah masyiriyah) yaitu tidak diterapkannya syariah Islam dalam bingkai daulah khilafah.

Ulama sejati harus mempu menyuguhkan solusi bagi persoalan umat sekarang ini bukannya malah menyesatkannya dengan fatwa-fatwa yang membingungkan umat. Rasulullah saw bersabda;


مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ أَلْجَمَهُ اللَّهُ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa ditanya mengenai suatu ilmu dan ia menyembunyikannya, maka ia akan dicambuk dengan cambuk dari api neraka pada hari kiamat." (HR. Abu Daud)

Jangan sampai Allah mencabut ilmu dari muka bumi dengan mewafatkan ulama-ulama yang mukhlis sebagaimana dalam sabda Rasulullah saw ;

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

"Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan". (HR. Bukhari)

***

‘Ala kulli hal, inilah sekelumit risalah yang perlu diperhatikan bagi para pecinta ilmu. Semoga bisa menjadi cambuk diri agar kita selalu mencintai ilmu melebihi cinta kita terhadap diri sendiri. Selamat bercinta dilautan samudera ilmuNya.

وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِن شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِن بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah . Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(TQS.Luqman [31]:27)
*
Postingan Terkait Lainnya :


0 komentar:

Posting Komentar

 

Hizbut Tahrir Indonesia

SALAFY INDONESIA

Followers